Sabtu, 08 November 2014

Sistem Informasi Akuntansi


“Pengaruh Penggunaan Sistem Informasi Akuntansi pada E-bisnis dan E-commerce suatu Perusahaan”

 Perbedaan E-bisnis dan E-commerce

A.    Pengertian E-bisnis
E-bisnis adalah pertukaran informasi yang dimediasi secara elektronik di dalem organisasi dan eksternal stakeholder untuk mendukung proses bisnis (Ebusiness and ecommerce management, Dave Chaffey, 2007).

B.     Pengetian E-commerce
E-commerce adalah suatu pembelian atau penjualan yang menggunakan teknologi internet.

ELECTRONIC COMMERCE :
MENGHADAPI ISU INTERNAL KONTROL PADA AKUNTAN



A.     Pendahuluan
Internet adalah salah satu infrastruktur dalam bisnis sebagai salah satu pemampu munculnya e-commerce yang tidak dimiliki oleh siapapun dan juga sekaligus dimiliki oleh siapapun. Ditinjau dari aspek biaya dan legalitas, potensi pemanfaatan prasarana internet untuk bisnis sangat luas terbuka. Disamping itu luasnya daya jangkau penyebaran informasi oleh internet menyebabkan pemanfaatan infrastruktur ini dapat dikategorikan sebagai infrastruktur yang cost effective. Pemberdayaan internet untuk mendukung bisnis komersial semakin marak dengan ditemukannya world wide web yang memampukan pemakai untuk berpindah dari satu situs ke situs lain secara mudah dan cepat meskipun masing masing dibangun atas platform yang berbeda. Perusahaan dapat memanfaatkan kemampuan ini untuk berinteraksi dengan potential customer dan trading partner nya diseluruh dunia tanpa khawatir terjadi masalah incompatibility sistem pada kedua belah pihak.
Sistem informasi akuntansi yang andal mensyaratkan bahwa database dan sistem pemrosesan data internal perusahaan beserta dengan sistem jaringannya dapat menghasilkan dan mendistribusikan informasi yang akurat, relevan, lengkap, tepat waktu dan aman. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Boston Consulting Group, pengeluaran orang Indonesia untuk belanja di Internet masih tergolong rendah yaitu 0.01 cent per kapita pada tahun 1999. Walaupun demikian jumlah transaksi elektronik pada tahun yang sama mencapai US$ 2 juta. Diperkirakan pada tahun 2000 diperkirakan akan tumbuh 200% seiring dengan perbaikan infrastruktur telekomunikasi (Pinnarwan 2001). Internet dan www yang merupakan pemampu keberadaan e-commerce mulai dikembangkan dari bidang teknologi informasi, sehingga banyak pemahaman dan istilah atau kosa kata baru yang harus dimiliki akuntan pada saat akuntan menjalankan penugasannya, khususnya dalam mengantisipasi dampak terbaginya distribusi pengolahan data pada berbagai pihak diluar perusahaan, termasuk pihak yang kemungkinan dapat merugikan perusahaan serta dalam mengantisipasi pelaporan keuangan dalam lingkungan e-commerce.
  


B.     Metode yang digunakan

·        Isu Baru diseputar Pengendalian Internal
Telah dipaparkan diatas bahwa internet dan e-commerce menyebabkan sebagian sistem akuntansi perusahaan dapat diakses oleh pihak diluar perusahaan. Nickerson (2001) mengemukakan hal ini dengan cara menjelaskan fungsi e-commerce. Oleh karena itu, keterlibatan dan tanggung jawab karyawan amazon.com dalam siklus ini jadi sangat minimal.
Namun disisi lain, hal tersebut berarti menimbulkan masalah pengendalianninternal baru yang muncul dalam lingkungan e-commerce ini. Beberapa masalah pengendalian internal tersebut diantaranya adalah: (Romney dan Steinbart 2000: 237)
1.      Validitas transaksi: istilah teknis dalam perdagangan elektronik adalah authentication dan data    integrity atas transaksi.
2.      Otorisasi transaksi: istilah teknis dalam perdagangan elektronik adalah tidak adanya repudiation atau penyangkalan atas informasi yang telah terkirim dari pihak-pihak yang bertransaksi.
3.      . Keamanan harta perusahaan.


a)    Validitas Transaksi
Pada saat melakukan audit laporan keuangan, akuntan publik berkepentingan untuk mendapatkan pembuktian yang cukup atas asersi existence/occurrence, yaitu bahwa semua harta dan modal pada neraca benar-benar ada dan bahwa semua transaksi yang tercermin dalam laporan rugi laba sesungguhnya telah terjadi dalam perusahaan (Konrath 1999: 3). Pembuktian yang cukup berasal dari data-data akuntansi dan semua informasi pendukungnya yang harus juga merupakan pembuktian yang kompeten, artinya relevan dan valid. Relevan berarti sesuai dengan tujuan audit, sedangkan valid berarti pembuktian yang dapat dipercaya dan meyakinkan. Dalam kaitannya dengan hal ini, maka internal kontrol yang baik menghendaki agar sistem akuntansi perusahaan hanya mencatat transaksi yang valid saja, yaitu transaksi yang benar – benar terjadi. Pada sistem perdagangan tradisional, perusahaan dengan yakin dapat mengenali customernya. Keyakinan mengenai keaslian dan keabsahan atau validitas customer dapat dilihat dari adanya surat-menyurat secara resmi, tanda tangan, tatap muka dan sebagainya. Pada sistem perdagangan elektronik, dengan mudah orang dapat menyamar dan berlaku seolah-olah dia adalah pihak customer yang sebenarnya, karena pada sistem ini tidak terjadi surat-menyurat secara resmi dan tidak ada juga tatap muka. Semua dilakukan secara elektronik. Customer yang sesungguhnya tidak dapat dikenal dengan lebih baik, karena customer hanya memasukkan identitasnya saja sebagai pengenal seperti nama, alamat, nomor kartu kredit, sementara identitas ini dapat dengan mudah dipalsukan atau dicuri.  Kesalahan dalam menentukan keaslian customer ini mengakibatkan tidak validnya transaksi yang terjadi karena customer yang tidak legitimate. Jadi dalam lingkungan perdagangan elektronis, validitas transaksi berarti bahwa transaksi yang benar-benar terjadi harus terjadi diantara pihak-pihak yang sebenarnya dan sesungguhnya melakukan aktifitas transaksi.
Untuk meningkatkan pengendalian internal, sehingga transaksi pada perdagangan elektronik dapat mengandalkan pada two factor authentication, maka selain menggunakan PIN, faktor kedua perlu dipikirkan. Faktor something you have, dalam hal ini menunjukkan kartu kredit yang digunakan saat bertransaksi tidak mungkin dilakukan karena customer hanya berhadapan dengan komputer saat bertransaksi. Oleh karena itu, faktor yang memungkinkan adalah faktor something you are. Faktor ini menghendaki adanya tandatangan pada kartu kredit sebagai salah satu sarana untuk memverifikasi keaslian customer pemegang kartu kredit. Dalam perdagangan elektronik, tandatangan ini diubah bentuknya menjadi tandatangan digital atau digital signature (fingerprint). 
    
b)    Otorisasi Transaksi
Manajemen dapat mendayagunakan atau melakukan empowerment pada karyawan sehingga masing-masing karyawan dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dan melakukan pengambilan keputusan dalam batas-batas yang sudah ditentukan tanpa perlu dilakukan supervisi yang berlebihan oleh manajemen level lebih atas kepada karyawan tersebut. Empowerment ini disebut juga authorization atau otorisasi. Otorisasi ini diwujudkan dalam bentuk tandatangan, terpicunya dokumen baru atau pemasukan kode otorisasi pada dokumen transaksi atau catatan Dengan adanya otorisasi diharapkan maka transaksi yang terjadi sudah disetujui dan dicek kebenarannya. Namun demikian dalam kenyataannya, tidak jarang juga terjadi penyangkalan atas transaksi yang sudah terjadi, meskipun sudah diotorisasi, sudah disetujui dan integritas data sudah baik. Artinya, terjadi penyangkalan atau repudiation dari pembeli atau penjual bahwa transaksi sudah dilakukan dengan baik. Sebagai contoh, pada kasus transaksi sesorang yang melakukan jual beli lewat perantara dengan cara elektronik. Perantara diperintahkan untuk membeli saham dalam jumlah tertentu. Ketika harga baik, maka perantara tersebut diperintahkan untuk menjual kembali, tapi ternyata perantara melakukan penyangkalan bahwa perantara pernah diperintah untuk melakukan pembelian saham dalam jumlah tertentu. Penyangkalan ini disebut sebagai proof of origin. Dapat pula terjadi kasus dimana justru yang memerintahkan pembelian saham pada perantara menyatakan menolak bahwa dia telah memberi perintah pembelian saham setelah melihat bahwa memegang saham tersebut merugikan. Jika kasus ini terjadi, berarti penyangkalan ini disebut sebagai proof of receipt. Sedangkan bila semua pihak mengakui bahwa transaksi tersebut telah terjadi, tetapi yang dipermasalahkan adalah jumlah lembar saham yang berbeda atau tidak disepakati, maka penyangkalan ini disebut sebagai proof of content. Ketiga skenario repudiation ini membutuhkan kekuatan hokum untuk penyelesaiannya.

c)     Keamanan Harta Perusahaan
Yang dimaksud dengan harta perusahaan adalah data, informasi, dokumen, laporan dan harta fisik perusahaan. Pada perusahaan yang telah menggunakan e-commerce semua jenis harta tersebut juga harus dijaga keamanannya. Karena semua data dan informasi sudah menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang saling terhubung dalam network atau jaringan sistem informasi, maka data dan informasi menjadi rentan terhadap masalah kerahasiaan atau confidentiality. Masalah kerahasiaan atau privacy ini juga semakin berpotensi untuk terjadi ketika e-commerce memanfaatkan prasarana internet yang memang sangat lemah unsure pengendaliannya. Hal ini disebabkan, dalam teknis ilmu komunikasi data, pengiriman data tidak melewati jalur yang selalu sama dan telah ditentukan sebelumnya. Jalur pengiriman data dibagi dalam potongan-potongan data yang masing-masing potongan yang dikirim tergantung pada saluran komunikasi tercepat dapat mengirimkan data. Dengan demikian data akan mudah untuk disadap sehingga kerahasiaan data tidak dapat dipertahankan. Untuk menghindarkan hal ini maka biasanya perusahaan memanfaatkan software enkripsi untuk keperluan menjaga kerahasiaan data. Jadi sebelum dikirim data atau informasi dienkripsi atau disandikan terlebih dahulu. Seandainya sistem transmisi data bocor dan data dapat disadap, maka data yang bocor adalah data yang berada dalam bentuk sandi atau kode yang tidak dapat dibaca oleh pihak yang berhak. Pihak yang berhak dapat mentranslasikan data dalam bentuk sandi tersebut menjadi data yang sesungguhnya karena pihak yang berhak menerima transmisi data tersebut akan memiliki kunci sandi untuk mengartikannya. 



·        Implikasi E-Commerce terhadap Internal Kontrol
Namun demikian kenyataannya, prosedur dan kebijakan dapat terjadi tidak ditaatinsehingga kemudian dirasa perlu untuk mengembangkan definisi internal kontrol. COSO telah mendefinisikan internal kontrol sebagai proses yang dijalankan oleh dewan direksi, manajemen dan semua pihak yang berada dalam arahan mereka untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan pengendalian tercapai. Adapun tujuan pengendalian tersebut adalah (1) efektifitas dan efisien operasi (2) reliabilitas pelaporan keuangan (3) ketaatan dengan hukum dan peraturan yang berlaku (Romney dan Steinbart 2000: 256). Definisi internal kontrol sebagai proses berarti bahwa mau tidak mau dalam pelaksanaan proses atau aktifitas bisnis, internal kontrol telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas bisnis itu sendiri. Dengan demikian  sepanjang bisnis melakukan kegiatan operasionalnya, sejauh itu juga proses pengendalian internal dilakukan. Ada lima komponen yang saling terkait dengan internal kontrol yang didefinisikan dalam COSO Report atau Internal Control – Integrated Framework, yaitu (1) Control Environment (2) Control Activities (3) Risk Assessment (4) Information and communication (5) Monitoring (Romney dan Steinbart 2000: 256).

·        Peluang yang Dimiliki oleh Akuntan
Setiap tantangan pasti akan menimbulkan peluang yang baru. Seperti juga dalam lingkungan perdagangan elektronik, kompetensi akuntan telah ditantang dengan adanya berbagai macam pemahaman baru yang bukan berasal dari disiplin ilmu akuntansi. Tantangan ini mestinya dijawab dengan terus mengembangkan diri agar kompetensi akuntan tetap dapat mengikuti perubahan lingkungan bisnis akibat pemanfaatan teknologi informasi. Pasar baru atau peluang ini selain disebabkan oleh perubahan lingkungan bisnis adalah juga disebabkan oleh adanya teknologi yang terus berkembang serta kebutuhan akuntan publik untuk terus dapat mencari lahan dan kesempatan jenis pekerjaan baru baginya. Kesempatan diversifikasi jenis pekerjaan ini semakin besar jika diingat bahwa dalam menjalankan penugasannya akuntan public harus selalu ingat perannya, yaitu sebagai pihak ketiga yang independen. Akuntan harus tetap memberikan keyakinan pada pihak-pihak yang melakukan transaksi bahwa dengan adanya pemanfaatan teknologi, maka keamanan transaksi tidak perlu menjadi satu masalah yang perlu dikhawatirkan. Akuntan bersama –sama dengan praktisi lain dibidang teknologi informasi, misalnya programmer dapat memberikan jasa penyusunan sistem akuntansi berbasis komputer dan desain pengendalian internalnya, membangun database akuntansi dan keuangan yang terintegrasi, merancang program-program yang dapat membantu pengambilan keputusan manajerial secara cepat dan akurat dan sebagainya.

 

C.     Hasil dan Pembahasan
Kemunculan  internet dan world wide web sebagai dasar berkembangnya perdagangan elektronik atau  electronic commerce telah menimbulkan permasalahan yang cukup pelik bagi seorang akuntan dalam menjalankan penugasannya. Dalam lingkungan perdagangan yang sudah memanfaatkan jaringan komputer, baik dalam kapasitasnya sebagai
intranet, extranet , maupun internet, sistem pengendalian internal menjadi semakin rumit. Beberapa isu seperti keamanan dan keaslian transaksi yang dulunya nampak sederhana dalam lingkungan yang tidak berbasis komputer, sekarang menjadi sangat kompleks. Dalam  electronic
commerce , isu-isu tersebut dikenal dengan istilah confidentiality, integrity, authenticity, non-repudiation dan sebagainya. Kekompleksan ini dikarenakan hal-hal tersebut tidak bisa lagi dilihat hanya dari disiplin akuntansi atau bisnis semata, tetapi juga mengarah dan melibatkan pemahaman permasalah teknis yang menginjak disiplin ilmu di luar akuntansi. Hal ini tidak jarang menimbulkan kegagapan akuntan dalam menghadapi masalah-masalah pengendalian internal dalam lingkungan sistem akuntansi berbasis komputer, apalagi jika bisnis telah memanfaatkan jaringan komputer dalam melakukan aktifitas utama dan aktifitas pendukung administratif akuntansinya. Artikel ini akan membahas materi-materi yang terkait dengan isu-isu baru diseputar pengendalian internal, implikasi e-commerce terhadap pengendalian internal dan peluang yang dimiliki oleh akuntan.


D.      Kesimpulan
Fungsi sistem e-commerce yang antara lain meliputi online order entry dan electronic payment menyebabkan sistem informasi perusahaan tidak lagi tertutup untuk pihak luar karena customer dan trading partner dapat secara langsung melakukan akses ke dalamnya dan hal ini akan menyebabkan pengendalian internal perusahaan jadi semakin lemah. Beberapa isu pengendalian internal yang muncul antara lain adalah authentication, data integrity, non-repudiation, confidentiality dan privacy yang dalam sistem perdagangan tradisional dikenal dengan isu validitas, otorisasi dan keamanan harta perusahaan. Esensi pengendalian internal dalam perdagangan tradisional dan elektronik adalah sama, hanya terjadi perubahan bentuk dan cara pengendalian karena cara dan lingkungan bisnis yang berubah atau berbeda. Hal ini menimbulkan tantangan baru terhadap kompetensi akuntan yang dalam pekerjaan sehari-harinya sangat terkait dengan pengendalian internal. Akuntan harus terbuka dan memperkaya wawasan terhadap perkembangan disiplin ilmu lain, khususnya disiplin teknologi informasi tanpa menjadi counterproductive terhadap detail teknis teknologi itu sendiri. Namun demikian banyak pula peluang baru yang ditawarkan akibat kemunculan e-commerce ini. Beberapa diantaranya adalah pemberian jasa assurance services, penyusunan laporan keuangan dalam format standar XBRL, jasa-jasa lain yang terkait dangan real-time accounting systems dan continuous audit techniques.



E.     Daftar Pusaka

Alles, Michael G. et al. (March 2002), “Feasibility and Economics of Continuous Assurance”, Auditing: A Journal of Practice and Theory, Vol. 21, No. 1
Elloitt, Robert K. (March 2002), “Twenty-First Century Assurance”, Auditing: A Journal of Practice and Theory, Vol. 21, No. 1
Franky (September 2001), “Saatnya Akuntan Melirik Bisnis E-commerce”, Media Akuntansi, edisi 20?sept/Tahun VIII/2001, hal 40-43.
Greenstein, Marilyn and Todd M. Feinman (2000), Electronic Commerce: Security, Risk Management and Control, Boston: Irwin McGraw-Hill.
Konrath, Larry F. (1999), Auditing Concepts and Applications: A Risk Analysis Approach, Fourth Edition, Cincinnati: South-Western College Publishing.
Nickerson, Robert C. (2001), Business and Information Systems, Second Edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Pinnarwan, Djohan (Juni 2001), “Real Time Reporting dan Continous Auditing”, Media Akuntansi, edisi 18/Juni/Tahun VIII/2001.
Rezaee, Zabihollah et al. (March 2002), “Continuous Auditing: Building Automated Auditing Capability”, Auditing: A Journal of Practice and Theory, Vol. 21, No. 1.
Romney, Marshall B. and Paul John Steinbart (2000), Accounting Information Systems, Eight Edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
http://www.pgpi.org/ pgp software
http://puslit2.petra.ac.id/gudangpaper/files/1768.pdf