Senin, 29 April 2013

24. Dinamika Organisasi Kemahasiswaan



Organisasi dan Dinamika Berkelompok
Kata organisasi merupakan kata yang sudah sangat akrab ditelinga setiap orang, konon lagi bagi mahasiswa yang berjiwa aktivis, organisasi sudah tentu menjadi wadah yang senantiasa mengasah kreativitas sekaligus tempat yang sangat tepat untuk aktualisasi diri. Hanya saja dalam banyak kasus ditemukan masih banyak kita (mahasiswa) yang tersentak ketika diminta menjelaskan pemahaman organisasi itu sendiri, baik pemaknaan maupun tujuannya.
Sekedar kilas balik, organisasi secara umum dapat didefinisikan dengan perkumpulan individu yang terdiri dari dua atau lebih dan memiliki cita-cita yang sama yang ingin dicapai secara bersama-sama, dimana kehadiran masing-masing individu mempunya arti serta nilai bagi individu lainnya. Keberadaan setiap orang dalam organisasi adalah saling mempengaruhi yang kemudian melahirkan aksi-aksi dan reaksi-reaksi secara timbal balik (feed back), inilah yang disebut dengan dinamika organisasi atau kelompok.
Salah satu unsur yang esensial dan substansial dalam kehidupan berkelompok atau berorganisasi adalah sikap interdependensi satu anggota dengan anggota lainnya, yaitu saling ketergantungan, dimana setiap anggota harus bisa bekerja sama dengan anggota yang lain di interternal organisasi atau dengan pihak lain diluar organisasi. Karena itu semboyan “sadar diri sadar peran” sangat penting dipahami oleh setiap anggota organisasi agar tidak terjadi duplikasi atau salah peran dalam pencapaian tujuan organisasi.
Manfaat organisasi bagi individu
Setelah memahami pemahaman organisasi, tentu saja pertanyaan berikutnya adalah apa fungsi bagi setiap individu (baca: mahasiswa) terlibat dalam organisasi?. Jawaban dari pertanyaan ini akan berbeda-beda dari orang yang satu dengan lainnya, hal itu sangat tergantung dari misi atau cita-cita awal sebuah organisasi dibentuk atau setiap individu  ikut dalam suatu organisasi.
Pengalaman penulis ketika menginterview (screening test) calon Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), beragam jawaban muncul dari sang mahasiswa saat dikejar dengan pertanyaan diatas, ada yang mengatakan dengan berorganisasi akan mendapat banyak kawan baru, berani berbicara di depan orang banyak, dengan berorganisasi akan mudah mendapatkan pacar, dan sebagainya.
Secara ilmiah dan empirik, fungsi organisasi bagi individu diantaranya, adalah memberikan ruang hidup psikologis serta ruang sosial yang akan memunculkan “sence of belonging” untuk berprestasi dan bekerjasama, melahirkan semangat kesetiakawanan social, loyalitas serta esprit de corps, memberikan rasa aman (sekuritas), mendapatkan status sosial (merasa dihargai, diakui, diterima, mendapat posisi social serta pnghargaan dari lingkungan), pemikiran/wawasan menjadi lebih luas dan berkembang dengan masukan, ide, pendapat yang berbeda antar anggota, maupun mendapatkan pengalaman baru dalam kehidupan sosial.
Fenomena Organisasi Kemahasiswaan
Sepanjang sejarah baik di negara  maju maupun negara berkembang, gerakan organisasi dan kepemimpinan mahasiswa memainkan peranan penting dalam gerakan pembaharuan (agent of change) bangsa di tengah-tengah gerakan pembangunan, termasuk pada masa pemberontakan dan revolusi. Hal itu disebabkan para mahasiswa aktivis pada kenyataannya merupakan kekuatan sosial, kekuatan moral, dan sekaligus kekuatan politik yang dilandasi dengan semangat tri darma perguruan tinggi.
Menurut Taruna Ikrar, fenomena gerakan mahasiswa dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe; pertama, mahasiswa “kutu buku”, yaitu mahasiswa yang hanya beroreintasi pada akademik atau hanya mengejar indeks prestasi semata tanpa menghiraukan aktivitas lain dalam lingkungan kampus. Kedua, mahasiswa “fungsionaris kampus”, yaitu mereka yang sibuk dengan aktivitas organisasi kampus dengan harapan atau iming-iming nantinya direkrut menjadi dosen di kampusnya. Ketiga  tipe “aktivis kampus”, aktif dalam kehidupan kampus tapi mereka tidak duduk dalam suatu lembaga kemahasiswaan, dan keempat, mahasiswa “pragmatis”, biasanya mahasiswa seperti ini hanya ingin terlibat dalam aktivitas dunia mahasiswa jika membawa keuntungan material (provit oriented).
Dalam konteks ke-Acehan kini, tidak dapat dibantah bahwa sudah sangat banyak tokoh-tokoh muda, misalnya; Muhammad Nazar dengan SIRAnya diawal reformasi, Islamuddin dengan SMURnya, yang nota bene aktivitis kampus yang  muncul kepermukaan sebagai sosok fenomenal dalam gerakan-gerakan pembangunan daerah yang dilakukan pemerintah. Banyaknya organisasi mahasiswa diluar kampus yang muncul, seperti GPP, SMUR, SIRA, HMI, KAMMI, dan sebagainya ternyata telah memberikan warna baru tersendiri dalam dinamika politik dan pembangunan.
Kesemua sosok muda pembaharuan bangsa, baik ditingkat lokal maupun nasional adalah mereka yang berasal dari organisasi kemahasiswaan dari berbagi perguruan tinggi di Aceh maupun luar Aceh, artinya bahwa tokoh-tokoh muda itu adalah orang muda yang sudah cukup mapan bergelut serta melakukan proses aktualisasi diri yang panjang dalam organisasi mahasiswa. Karenanya jarang sekali ditemukan adanya tokoh yang muncul secara solo atau tanpa background organisasi.
Pengembangan kualitas mahasiswa tentu tidak bisa juga semata-mata dititik beratkan pada keterlibatan seorang mahasiswa dalam organisasi baik intra kampus maupun ektra kampus. Namun sangat dipengaruhi juga oleh faktor motivasi diri yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka menstimulasi atau menggali potensi diri yang dimilikinya. Dalam hal peningkatan kualitas kemahasiswaan, keterlibatan si mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan haruslah ditempatkan pada satu sisi sebagai media motivasi diri yang berasal dari luar untuk memunculkan potensi diri yang ada, artinya keinginan seseorang atau mahasiswa berorganisasi tidak semestinya dimaknai sebagai langkah meraih kekuasaan semata.
Kalau itu (kekuasaan) yang menjadi cita-cita awal mahasiswa terlibat dalam organisasi, maka saya kira hal itu harus ditinjau kembali. Ingat semboyan “kezaliman yang terorganisir akan mampu mengalahkan kebenaran yang terkotak-kotak/cerai berai”. Nah paling tidak mulai sekarang kita niatkan diri kita berorganisasi selain untuk mengasah potensi dan aktualisasi diri, juga untuk melawan kezaliman yang terorganisir, dengan begitu semboyan tersebut dibalik menjadi “kebenaran yang terorganisir akan mampu mengalahkan kezaliman yang terorganisir”.

Sumber :  http://atjehlink.com/organisasi-dan-pengembangan-kualitas-kemahasiswaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar