Organisasi dan Dinamika Berkelompok
Kata organisasi merupakan kata yang sudah sangat
akrab ditelinga setiap orang, konon lagi bagi mahasiswa yang berjiwa aktivis,
organisasi sudah tentu menjadi wadah yang senantiasa mengasah kreativitas
sekaligus tempat yang sangat tepat untuk aktualisasi diri. Hanya saja dalam
banyak kasus ditemukan masih banyak kita (mahasiswa) yang tersentak ketika
diminta menjelaskan pemahaman organisasi itu sendiri, baik pemaknaan maupun
tujuannya.
Sekedar kilas balik, organisasi secara umum dapat
didefinisikan dengan perkumpulan individu yang terdiri dari dua atau lebih dan
memiliki cita-cita yang sama yang ingin dicapai secara bersama-sama, dimana
kehadiran masing-masing individu mempunya arti serta nilai
bagi individu lainnya. Keberadaan setiap orang dalam organisasi adalah saling
mempengaruhi yang kemudian melahirkan aksi-aksi dan reaksi-reaksi secara timbal
balik (feed back), inilah yang disebut dengan dinamika organisasi atau
kelompok.
Salah satu unsur yang esensial dan substansial
dalam kehidupan berkelompok atau berorganisasi adalah sikap interdependensi
satu anggota dengan anggota lainnya, yaitu saling ketergantungan, dimana setiap
anggota harus bisa bekerja sama dengan anggota yang lain di interternal
organisasi atau dengan pihak lain diluar organisasi. Karena itu semboyan “sadar
diri sadar peran” sangat penting dipahami oleh setiap anggota organisasi agar
tidak terjadi duplikasi atau salah peran dalam pencapaian tujuan organisasi.
Manfaat organisasi bagi individu
Setelah memahami pemahaman organisasi, tentu saja
pertanyaan berikutnya adalah apa fungsi bagi setiap individu (baca: mahasiswa)
terlibat dalam organisasi?. Jawaban dari pertanyaan ini akan berbeda-beda dari
orang yang satu dengan lainnya, hal itu sangat tergantung dari misi atau
cita-cita awal sebuah organisasi dibentuk atau setiap individu ikut dalam
suatu organisasi.
Pengalaman penulis ketika menginterview (screening
test) calon Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), beragam jawaban
muncul dari sang mahasiswa saat dikejar dengan pertanyaan diatas, ada yang
mengatakan dengan berorganisasi akan mendapat banyak kawan baru, berani
berbicara di depan orang banyak, dengan berorganisasi akan mudah mendapatkan
pacar, dan sebagainya.
Secara ilmiah dan empirik, fungsi organisasi bagi
individu diantaranya, adalah memberikan ruang hidup psikologis serta ruang
sosial yang akan memunculkan “sence of belonging” untuk berprestasi dan
bekerjasama, melahirkan semangat kesetiakawanan social, loyalitas serta esprit
de corps, memberikan rasa aman (sekuritas), mendapatkan status sosial
(merasa dihargai, diakui, diterima, mendapat posisi social serta pnghargaan
dari lingkungan), pemikiran/wawasan menjadi lebih luas dan berkembang dengan
masukan, ide, pendapat yang berbeda antar anggota, maupun mendapatkan
pengalaman baru dalam kehidupan sosial.
Fenomena Organisasi Kemahasiswaan
Sepanjang sejarah baik di negara maju
maupun negara berkembang, gerakan organisasi dan kepemimpinan mahasiswa
memainkan peranan penting dalam gerakan pembaharuan (agent of change)
bangsa di tengah-tengah gerakan pembangunan, termasuk pada masa pemberontakan
dan revolusi. Hal itu disebabkan para mahasiswa aktivis pada kenyataannya
merupakan kekuatan sosial, kekuatan moral, dan sekaligus kekuatan
politik yang dilandasi dengan semangat tri darma perguruan
tinggi.
Menurut Taruna Ikrar, fenomena gerakan mahasiswa
dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe; pertama, mahasiswa “kutu
buku”, yaitu mahasiswa yang hanya beroreintasi pada akademik atau
hanya mengejar indeks prestasi semata tanpa menghiraukan aktivitas lain dalam
lingkungan kampus. Kedua, mahasiswa “fungsionaris kampus”,
yaitu mereka yang sibuk dengan aktivitas organisasi kampus dengan harapan atau
iming-iming nantinya direkrut menjadi dosen di kampusnya. Ketiga
tipe “aktivis kampus”, aktif dalam kehidupan kampus tapi
mereka tidak duduk dalam suatu lembaga kemahasiswaan, dan keempat,
mahasiswa “pragmatis”, biasanya mahasiswa seperti ini hanya
ingin terlibat dalam aktivitas dunia mahasiswa jika membawa keuntungan material
(provit oriented).
Dalam konteks ke-Acehan kini, tidak dapat
dibantah bahwa sudah sangat banyak tokoh-tokoh muda, misalnya; Muhammad Nazar
dengan SIRAnya diawal reformasi, Islamuddin dengan SMURnya, yang nota bene
aktivitis kampus yang muncul kepermukaan sebagai sosok fenomenal dalam
gerakan-gerakan pembangunan daerah yang dilakukan pemerintah. Banyaknya
organisasi mahasiswa diluar kampus yang muncul, seperti GPP, SMUR, SIRA, HMI,
KAMMI, dan sebagainya ternyata telah memberikan warna baru tersendiri dalam
dinamika politik dan pembangunan.
Kesemua sosok muda pembaharuan bangsa, baik
ditingkat lokal maupun nasional adalah mereka yang berasal dari organisasi
kemahasiswaan dari berbagi perguruan tinggi di Aceh maupun luar Aceh, artinya
bahwa tokoh-tokoh muda itu adalah orang muda yang sudah cukup mapan bergelut
serta melakukan proses aktualisasi diri yang panjang dalam organisasi
mahasiswa. Karenanya jarang sekali ditemukan adanya tokoh yang muncul secara
solo atau tanpa background organisasi.
Pengembangan kualitas mahasiswa tentu tidak bisa
juga semata-mata dititik beratkan pada keterlibatan seorang mahasiswa dalam
organisasi baik intra kampus maupun ektra kampus. Namun sangat dipengaruhi juga
oleh faktor motivasi diri yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka
menstimulasi atau menggali potensi diri yang dimilikinya. Dalam hal peningkatan
kualitas kemahasiswaan, keterlibatan si mahasiswa dalam organisasi
kemahasiswaan haruslah ditempatkan pada satu sisi sebagai media motivasi diri
yang berasal dari luar untuk memunculkan potensi diri yang ada, artinya
keinginan seseorang atau mahasiswa berorganisasi tidak semestinya dimaknai
sebagai langkah meraih kekuasaan semata.
Kalau itu (kekuasaan) yang menjadi cita-cita awal
mahasiswa terlibat dalam organisasi, maka saya kira hal itu harus ditinjau
kembali. Ingat semboyan “kezaliman yang terorganisir akan mampu mengalahkan
kebenaran yang terkotak-kotak/cerai berai”. Nah paling tidak mulai
sekarang kita niatkan diri kita berorganisasi selain untuk mengasah potensi dan
aktualisasi diri, juga untuk melawan kezaliman yang terorganisir, dengan begitu
semboyan tersebut dibalik menjadi “kebenaran yang terorganisir akan mampu
mengalahkan kezaliman yang terorganisir”.
Sumber : http://atjehlink.com/organisasi-dan-pengembangan-kualitas-kemahasiswaan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar