Senin, 29 April 2013

33. Pentingnya Komunikasi Dengan Keluarga



Manusia secara kodrati ditakdirkan sebagai mahluk individu sekaligus sebagai mahluk sosial. Manusia sebagai mahluk individu bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dengan segala keunikan yang dimilikinya. Sementara manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk hidup berkelompok baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas.
Manusia secara kodrati ditakdirkan sebagai mahluk individu sekaligus sebagai mahluk sosial. Manusia sebagai mahluk individu bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dengan segala keunikan yang dimilikinya. Sementara manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk hidup berkelompok baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas.

Menurut Ilmu Psikologi Sosial, kelompok dapat didefinisikan bahwa adanya dua orang atau lebih yang memiliki komitmen untuk hidup dalam aturan-aturan atau norma-norma yang telah disepakati bersama. Dalam kehidupan bermasyarakat, masing-masing individu berinteraksi satu sama lain (interaksi sosial) dimana masing-masing induvidu tersebut memiliki keinginan, harapan, sikap, dan pola pikir yang bersifat unik adanya.
Dalam proses interaksi sosial diharapkan terjalin hubungan antara satu dengan lainnya yang dapat berjalan secara selaras, serasi, dan seimbang. Akan tetapi pada kenyataannya interaksi sosial tersebut tidak selalu seperti yang diharapkan oleh kedua belah pihak. Justru yang lebih sering terjadi adalah sebaliknya yaitu adanya kepincangan atau ketidakselarasan, ketidakserasian, dan ketidakseimbangan. Kenyataan inilah yang menghambat proses interaksi sosial sehingga muncul adanya masalah yang menyebabkan terjadinya miskomunikasi yang mengarah pada rasa saling curiga dan prasangka yang bahkan mengarah kepada permusuhan dan pertengkaran.
Pada hakekatnya permasalahan yang paling mendasar dalam proses interaksi sosial adalah komunikasi. Komunikasi yang lancar dan dapat diterima serta memperoleh tanggapan atau respon yang sesuai dengan tujuannya merupakan dambaan setiap orang. Percekcokan dalam rumah tangga, perselisihan pendapat antara orang tua dengan anak, pertengkaran dengan tetangga, adalah merupakan akibat dari proses komunikasi yang tidak lancar, terhambat, atau bahkan disebabkan tidak adanya komunikasi sama sekali. Oleh karena itu komunikasi merupakan kunci pokok dalam membangun kehidupan rumah tangga maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

Pentingnya Komunikasi
Setiap individu yang normal tentu memiliki keinginan untuk mengadakan kontak dengan lingkungannya, khususnya dengan sesama manusia. Dengan kata lain seseorang selalu ingin mengisi waktunya untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Keinginan tersebut timbul karena adanya tiga dorongan dasar yang dibutuhkan oleh individu dalam kehidupan sehari-harinya sebagai manifestasi dari proses aktualisasi diri yaitu :
  1. Kebutuhan akan stimulus atau sensasi (stimulus/sensation hunger).
    Kebutuhan akan sensasi ini menyebabkan seseorang senang menonton film horor meskipun menakutkan.
  2. Kebutuhan akan pengakuan (recognition hunger).
    Seseorang ingin diakui keberadaannya oleh orang lain, kebutuhan tersebut menyebabkan seseorang ingin disapa oleh orang lain.
  3. Kebutuhan akan struktur (Structure hunger).
    Kebutuhan akan struktur ini yang menyebabkan sekelompok orang ingin membentuk organisasi.
Cara Berkomunikasi
Menurut Eric Berne, apabila dua orang saling bertemu maka ada enam (6) cara berkomunikasi yang dapat mereka lakukan untuk mengisi waktu. Keenam cara tersebut disusun bertingkat, berdasarkan intensitas hubungan yang mereka lakukan yaitu:
  1. Menarik diri (withdrawl)
    Menarik diri merupakan bentuk komunikasi yang intensitasnya paling rendah, misalnya: dua orang bertemu di kereta api dan tidak saling kenal satu sama lain serta saling diam saja.
  2. Berbasa-basi (ritual)
    Bentuk komunikasi yang intensitasnya sedikit lebih tinggi dari with-drawl adalah basa-basi. Basa-basi merupakan bentuk tingkah laku sosial yang paling aman bagi individu.
    Meskipun informasi yang diperoleh hanya sedikit, tetapi sudah ada tanda bahwa mereka ingin saling mengenal. Basa-basi merupakan bentuk komunikasi yang stimulus dan responnya tertentu, misalnya: Apa kabar? Baik, dsb.
  3. Melakukan aktifitas (activity)
    Saling melakukan aktifitas merupakan bentuk komunikasi yang setingkat lebih tinggi intensitasnya dan pada sekedar berbasa-basi. Aktifitas dalam istilah sehari-hari sering disebut dengan bekerja (dalam lingkungan kerja). Transaksi yang terjadi dalam aktifitas ini biasanya antara status ego dewasa dan status ego dewasa lainnya.
  4. Mengisi waktu luang (pastime)
    Kualitas pembicaraan dalam mengisi waktu luang lebih tinggi daripada basa-basi. Biasanya isi pembicaraan adalah tentang sesuatu yang dapat diterima secara sosial, misalnya tentang cuaca, situasi politik, dsb.
  5. Permainan (games)
    Dalam permainan ini transaksi terjadi dalam bentuk terselubung, yaitu individu cenderung melakukan sesuatu meskipun sebenarnya ada sesuatu yang lain yang ingin dikerjakannya. Permainan selalu melibatkan seorang lawan, oleh karenanya mengandung resiko psikologis, misalnya; perasaan tegang, sentimen, dsb.
  6. Keakraban (intimacy)
    Keakraban merupakan komunikasi antar individu yang intensitasnya paling tinggi. Dalam keakraban, transaksi terjadi secara sederhana dan murni, karena masing-masing individu akan menampilkan dirinya apa adanya tanpa dibuat-buat. Keakraban dapat didefinisikan sebagai hubungan yang jujur, bebas, saling memberi dan menerima tanpa mengeksploitasi pihak lain.


Aspek Psikologis dalam Komunikasi
Hal pertama yang diharapkan ada pada diri individu sebelum mengadakan komunikasi dengan orang lain adalah kemauan dan kemampuan untuk menyadari bahwa masing-masing orang memiliki keunikan yang berbeda-beda. Oleh karena itu setiap individu diharapkan berusaha menerima kekurangan maupun kelebihan masing-masing pribadi lainnya dengan tanpa syarat (unconditioning positif regard). Dengan demikian dapat menetralisir rasa curiga dan menanamkan rasa percaya terhadap hal-hal yang sering melekat pada diri seseorang misalnya kepada suku bangsa, agama, dan ras. Penerimaan terhadap orang lain dengan tanpa syarat inilah yang melandasi proses komunikasi selanjutnya.
Di samping itu ada beberapa aspek psikologis yang perlu dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain yakni:
  1. Perhatian
    Yaitu perlu adanya perhatian pada orang lain ataupun lingkungan sekitar, janganlah bersikap acuh tak acuh terhadap orang lain.
  2. Empati
    Yaitu suatu perasaan yang diikuti pola pikir untuk mengerti orang lain dengan cara memahami suatu masalah berdasarkan pandangan orang lain (tepa salira).
  3. Mendengar secara Aktif
    Yaitu suatu perilaku mendengar dengan melibatkan atau menggunakan segenap “sumber daya” yang dimiliki. Mendengar secara aktif l»erbeda daripada mendengar secara pasif atau mendengar sambil lalu. Dalam mendengar secara aktif tidak hanya menggunakan reseptor pendengaran narnun juga melibatkan kepekaan perasaan, daya pikir, pemusatan perhatian atau konsentrasi, dan kesadaran (awareness). Usahakanlah memandang wajah pasangan atau menghadap kepada orang yang mengajak berbicara dan janganlah sambil melakukan sesuatu misalnya sambil membaca atau menonton televisi.
  4. Tidak Egosentris
    Yaitu memandang segala sesuatu tidak hanya berdasar keinginan sendiri dan tidak boleh memaksakan kehendak.

Komunikasi yang Efektif
Agar komunikasi dapat berjalan lancar, dapat diterima dan atau memperoleh tanggapan yang positif dari pasangan atau orang lain sesuai dengan tujuan yang harapkan, maka berikut ini ada beberapa tips yang sangat bermanfaat apabila hendak menyampaikan sesuatu /berkomunikasi :
  1. Pilih waktu yang tepat
    Hal penting yang harus diperhatikan jika hendak melakukan pembicaraan yang serius dengan keluarga adalah bagaimana memilih waktu yang tepat. Jangan mengajukan pertanyaan atau pernyataan penting yang membutuhkan penjelasan panjang di saat suasana sedang sibuk bekerja maupun ketika masing-masing sedang dalam keadaan lelah. Cobalah melakukan pembicaraan penting tersebut pada waktu senggang misalnya sehabis makan malam atau pada hari libur. Dengan memilih waktu yang tepat, maka ada kesempatan untuk menyampaikan suatu permasalahan lebih detail, lebih luas, dan lebih mendalam, sehingga sama-sama akan mendapatkan hasil yang lebih baik. Bisa juga memilih waktu ketika pasangan sedang kelihatan bahagia. Orang yang sedang bahagia tentunya akan memberikan tanggapan yang lebih baik daripada orang yang sedang mengalami emosi negatif seperti sedang sedih, kecewa, atau marah.
    Perlu diketahui bersama bahwa dalam diri pasangan ada situasi khusus yang dapat mempengaruhi “cuaca” emosi. Para suami perlu memahami bahwa ada saat-saat dimana sang istri sedang kurang enak hati akibat situasi tertentu yang tidak bisa dihindarinya.
    Ketika istri sedang hamil, sedang menstruasi, atau saat-saat memasuki masa menopause merupakan situasi yang kadang kurang menguntungkan karena suasana hati sang istri sedang “mendung” disebabkan oleh keadaan hormonal dalam tubuhnya yang sedang labil.
    Pada masa-masa tersebut biasanya seorang wanita akan lebih sensitif, mudah marah, mudah tersinggung, dan emosi-emosi lain yang bersifat negatif. Demikian juga ketika istri sedang lelah karena seharian bekerja dan mengurus anak. Para istri juga perlu memaklumi bahwa pada saat tertentu diharapkan untuk tidak mengajukan permintaan atau pertanyaan macam-macam. Misalnya sewaktu suami baru pulang kerja dimana suasana hatinya masih terpengaruh oleh keadaan di kantor (stress kerja), istri diharapkan berusaha untuk mengendalikan diri hingga suasana sudah lebih santai dan suami telah beristirahat.
    Bila suami mendapat surat keputusan dirumahkan atau bahkan dipecat dari pekerjaannya, suami sedang menghadapi pensiun, maupun ketika memasuki hari-hari awal masa pensiun. Pada kondisi tersebut bukanlah tindakan yang bijaksana bila istri mengajukan permintaan atau pertanyaan macam-macam, karena yang dibutuhkan suami justru dukungan moral dari istri sebagai pendamping hidupnya untuk menghadapi masa-masa sulit tersebut.
  2. Bersikap tenang
    Usahakan jangan pernah memulai pembicaraan ketika sedang marah, kepala yang panas tidak dapat berpikir rasional. Bila ada kecenderungan bertindak emosional ketika berbicara dengan orang lain atau keluarga, cobalah catat yang ingin disampaikan sebelum memulai pembicaraan. Karena berteriak dan menghina atau mencaci maki pasangan atau orang lain hanya akan memperburuk masalah. Kalau situasinya terlihat sulit dipecahkan, mungkin perlu “time out” atau istirahat dan pembicaraan tersebut. Namun jangan meninggalkan pembicaraan begitu saja atau membiarkan masalah menggantung. Cobalah untuk membicarakan lagi di lain waktu saat pasangan merasa lebih tenang. Ingatlah pepatah yang mengatakan bahwa “hati boleh panas tetapi kepala harus tetap dingin” ternyata pepatah ini tidak pernah usang dan selalu dapat diterapkan dalam berbagai situasi.
  3. Lakukanlah aktifitas bersama pasangan atau keluarga
    Hubungan yang baik perlu dibina dengan kerja keras. Usahakan agar selalu membina hubungan baik dengan pasangan atau keluarga dalam keseharian. Pada waktu-waktu senggang cobalah meluangkan waktu untuk melakukan aktifitas yang menyenangkan bagi seluruh anggota keluarga misalnya bermain-main dengan anak-anak. Dengan melakukan aktifitas yang menggembirakan dan disenangi maka segenap anggota keluarga dapat menikmatinya sehingga rasa kebersamaan pun semakin mendalam.
  4. Jadikan kata maaf dan terima kasih sebagai bunga yang selalu menghiasi dalam percakapan sehari-hari.
    Mengungkapkan kata maaf kepada orang lain ketika merasa bersalah adalah kunci dan teknik kehidupan. Janganlah menempatkan “gengsi” terlalu tinggi sehingga untuk meminta maaf pada orang lain, utamanya pada pasangan hidup atau keluarga dianggap sebagai sesuatu yang akan menjatuhkan harga diri. Justru dengan kata maaf, seseorang yang tertutup hatinya ataupun yang sedang meluap amarahnya akan mencair atau luluh.
    Namun kata “maaf’ didasari dengan ketulusan dan sungguh-sungguh menyesali kesalahan atau perbuatan yang telah dilakukan dibarengi dengan tekad untuk tidak mengulanginya.
    Begitu juga bila mengucapkan “terima kasih” untuk segala sesuatu yang telah dikatakan maupun dilakukan oleh pasangan walau sekecil apa pun juga. Contohnya seorang suami yang baru pulang kerja diambilkan minum oleh istrinya dan suami mengucapkan terima kasih, pasti akan menciptakan kehangatan dan kemesraan dalam keluarga.
Kompromi dengan pasangan atau keluarga
Kompromi merupakan kunci untuk menyelesaikan masalah. Ketika pasangan suami istri punya pendapat yang berbeda mengenai satu hal, kedua belah pihak harus rela berkorban sehingga masalah tersebut dapat dipecahkan. Kompromi bukanlah cara yang dipaksakan agar kemauan terwujud, akan tetapi merelakan sebagian permintaan demi kepentingan bersama. Perlu disadari bahwa tidak semua keinginan maupun kebutuhan dapat terwujud, karena ternyata kepentingan yang diharapkan kadang kala berseberangan dengan kepentingan pasangan. Oleh karena itu perlu didiskusikan dengan santai untuk mendapatkan jalan keluar yang terbaik bagi kedua pihak sehingga terjalin hubungan yang jujur, saling memberi dan menerima (take and give) dengan ikhlas tanpa ada unsur mengeksploitasi pasangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar